TANJUNG REDEB – Insiden terbaliknya kapal tongkang bermuatan batu bara milik PT Berau Coal di perairan Muara Mantaritip baru diketahui oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau pada Selasa (22/10/2024). Namun, DLHK menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti kasus ini secara langsung.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Berau, Ida Ayu, menjelaskan bahwa pengawasan tambang sudah bukan wewenang DLHK sejak Februari 2021. “Kami tidak punya kewenangan terhadap tambang. Yang berwenang adalah Balai Wilayah Sungai (BWS). Kami hanya bertanggung jawab atas sungai-sungai kecil,” jelasnya.
Mengenai potensi pencemaran dari tumpahan batu bara, Ida menyebut bahwa batu bara tidak dikategorikan sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) karena merupakan fosil. Namun, DLHK berkoordinasi dengan PT Berau Coal, yang telah mengambil sampel air sungai sejak tanggal 19 Oktober 2024, untuk mengetahui dampak lingkungan dari insiden ini. Hasil uji sampel air akan keluar dalam dua minggu.
DLHK menekankan bahwa pihaknya hanya dapat mengambil langkah lebih lanjut jika hasil uji sampel menunjukkan adanya pencemaran. “Kalau hasilnya menunjukkan pencemaran, kami berhak melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” tambahnya.
Ida Ayu juga menjelaskan bahwa batu bara sendiri tidak secara langsung mencemari sungai, kecuali jika material tersebut terganggu sehingga menghasilkan logam berat yang dapat mencemari air. DLHK akan terus memantau dan menunggu hasil uji sampel dari PT Berau Coal untuk menentukan langkah selanjutnya.
Sementara itu, tanggung jawab untuk pengawasan penuh atas dampak lingkungan dari tumpahan batu bara di sungai tersebut ada di tangan Balai Wilayah Sungai (BWS). (Tim/Fery)
