Tanjung Redeb – Kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Berau sudah masuk kategori sedang. Pemerintah daerah juga terus berupaya agar hak anak dan perempuan ini terus dilindungi.
Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas menjelaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu dicegah sedini mungkin. Karena itu, dinas terkait harus bersinergi dengan semua pihak untuk menuntaskan kasus tersebut.
“Saya minta DPPKBP3A Berau, organisasi perempuan, lembaga masyarakat, relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA), untuk bersinergi dalam upaya perlindungan perempuan dan anak ini,” ungkapnya.
Tak hanya dinas terkait, Bupati Sri juga mendorong aparatur keamanan dan penegak hukum untuk berperan aktif dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Karena ini juga menjadi tanggung jawab bersama dalam memenuhi rasa aman dan kenyamanan hidup bagi masyarakat. Sehingga perlu ada keterlibatan aparat keamanan dan penegak hukum,” tegasnya.
Dengan adanya upaya pencegahan yang dilakukan, lanjutnya, Berau dapat menjadi kota yang ramah terhadap perempuan dan anak. Sehingga sejak dari dalam keluarga, para ibu sebagai madrasah pertama dan utama harus benar-benar memperhatikan hak dan kebutuhan anak-anaknya.
“Tindak kekerasan, apa pun bentuknya, tidak dapat ditoleransi. Jika itu terjadi harus segera dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Dan saya mendorong agar Kabupaten Berau, benar-benar siap menjadi kota yang ramah perempuan,” tegasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Berau, Yusran menjelaskan hingga April 2024, telah terjadi 13 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 23 kasus terhadap anak.
“Jika dibanding Balikpapan dan Samarinda angka ini jauh lebih rendah. Tapi termasuk sedang jika dibandingkan dengan kabupaten lain,” imbuhnya.
Dalam menangani kasus itu, lanjutnya, layanan utama yang diberikan pihaknya bagi para korban antara lain layanan pendampingan psikologis dan pendampingan hukum jika memang diperlukan.
“Jika dirasa perlu ada juga layanan lain yang kami lakukan, bekerja sama dengan dinas/instansi lain seperti layanan kesehatan, layanan bimbingan spiritual dan rujukan ke Dinas Sosial jika korban perlu bantuan sosial,” bebernya.
Secara khusus terkait pendampingan psikologis, Yusran menyampaikan bahwa saat ini pihaknya terkendala dengan ketiadaan tenaga psikolog klinis. Sehingga pelayanan psikolog dialihkan ke psikolog lain.
“Tenaga psikolog klinis mengundurkan diri pertengahan 2023. Sehingga layanan dilaksanakan oleh konselor psikolog (S1 psikolog) dan jika dirasa perlu maka akan kami rujuk ke psikolog klinis di klinik swasta,” paparnya.
Dirinya berharap, perlindungan perempuan dan anak juga dijamin dengan fasilitas yang diperlukan. Terutama ruangan kedap suara yang representatif untuk layanan konseling. Ruangan itu tentu diharapkan dapat tersedia.
“Untuk pembiayaan mendapat dukungan penuh dari dana APBD Pemkab Berau. Tinggal yang kita belum miliki itu kantor/ ruangan yang representatif untuk layanan konseling, seperti ruangan dengan fasilitas kedap udara,” pungkasnya. (Adv/Elton/Fery)