Tanjung Redeb – Kapal tongkang bermuatan 7.000 ton batu bara yang terbalik di Muara Mantaritip beberapa waktu lalu, memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat Pilanjau, khususnya para nelayan yang bergantung pada usaha tambak dan trol.
Kapal berkapasitas 300 feet itu diduga milik PT Berau Coal, yang baru saja mengangkut batu bara dari Site Suaran.
Ketua Kelompok Nelayan Berkah Pilanjau, Hj. Murni, mengungkapkan keresahannya terkait kondisi ini. Ia menyebutkan bahwa limbah batu bara dari kapal karam tersebut akan mencemari sungai yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan setempat.
“Kami sangat khawatir, sungai yang biasa kami gunakan untuk mencari ikan, udang, hingga kepiting kini akan tercemar limbah batu bara,” ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti bahwa banyak tambak di kawasan tersebut menggunakan air sungai untuk operasional mereka. Kondisi ini membuat para petani tambak merasa was-was akan dampak pencemaran terhadap hasil panen mereka.
“Kami berharap pihak terkait bertanggung jawab atas peristiwa ini, terutama jika nantinya berpengaruh pada penghasilan masyarakat,” tegasnya.
Masyarakat Pilanjau kini menunggu langkah dari pihak berwenang dan perusahaan terkait untuk menangani masalah tersebut agar tidak merugikan sumber penghidupan mereka.
“Kalau sampai nanti ada nelayan yang kesulitan mendapat ikan, bisa jadi itu pengaruh dari sungai yang sudah tercemar. Ikan akan mati jika seperti itu. Jika tidak, pasti ikan akan menjauh dari kawasan Mantaritip,” jelasnya.
Lebih lanjut, jika ikan, udang hingga kepiting di dalam tambak mati, maka pihaknya meminta dengan tegas, agar ada ganti rugi dari pihak perusahaan.
“Jelas kami akan minta ganti rugi kalau sudah seperti itu,” tandasnya. (Fery)