Tanjung Redeb – Mantan Bupati Berau sekaligus anggota DPRD Kaltim yang telah melewati PAW, Makmur HAPK angkat bicara soal serapan APBD Berau yang saat ini masih tergolong rendah. Tak hanya itu, Makmur juga meminta Bupati Berau untuk tidak “cawe-cawe” (ikut campur tangan) atau masuk dalam sistem saat melakukan evaluasi terkait hal itu.
Permintaan Makmur itu beralasan. Hingga awal Juli 2023, serapan APBD Berau baru mencapai 23 persen. Atau dengan kata lain, dari total APBD Berau sejumlah Rp 3,6 triliun, realisasinya baru sekira Rp 850 miliar. Data Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Berau juga menunjukkan bahwa dari 289 paket pekerjaan yang ditender, baru 120 paket yang selesai ditender.
Masalah itu, ungkap Makmur, perlu dievaluasi oleh kepala daerah bersama OPD-OPD atau SKPD bersama perangkat-perangkat lainnya serta lembaga atau badan pelelangan. Evaluasi perlu dilakukan agar segala kelemahan dan berbagai kendala yang ditemukan dalam realisasi anggaran itu dapat ditemukan solusinya.
“Harus dievaluasi supaya dilihat segi mana yang menjadi kelemahan kita. Apa saja hambatannya. Kenapa tendernya belum dilaksanakan. Itu semuanya kepala daerah, wakil kepala daerah, sekretaris daerah jadi penanggung jawabnya. Itu yang saya anjurkan. Ambil langkah secepatnya,” jelasnya.
Evaluasi itu diperlukan mengingat saat ini sudah pertengahan Agustus. Jika daya serap tidak meningkat hingga akhir tahun, maka dikhawatirkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun 2023 tetap tinggi seperti tahun sebelumnya. Karena itu, evaluasi secara berkala terkait kesiapan SKPD dan lembaga pelelangan perlu dilakukan.
“Paling tidak dulu saya punya sekwilda itu tiap minggu dia evaluasi kesiapan-kesiapan itu. Sebulan sekali kita minta bupati mengevaluasinya. Kita evaluasi, mana yang layak, mana yang tidak, mana yang jadi prioritas. Itu yang kita kedepankan,” terangnya.
Untuk mengevaluasi terkait hal itu, Makmur juga meminta agar bupati tidak “cawe-cawe” atau tidak ikut campur tangan dan terlibat dalam sistem. Hal itu dimaksudkan agar evaluasi dilakukan secara terang benderang dan tanpa ada hambatan. Sebab, tanpa ada independensi dalam evaluasi itu, tindakan mark up dan memperjuangkan kepentingan sepihak bisa saja terjadi.
“Tidak cawe-cawe itu melapangkan kita untuk melakukan evaluasi. Terus terang saja, kita punya peran paling penting dalam mengevaluasi itu. Termasuk keterlambatan realisasi itu. Coba tanya SKPD. Sering-seringlah rapat koordinasi dengan baik. Undang juga jasa konstruksi, kenapa tidak. Minta masukan,” jelasnya.
Independensi dan tidak “cawe-cawe” itu juga, lanjut Makmur, bukan berarti kepala daerah tidak terlibat sama sekali. Diakuinya, bupati tetap perlu melakukan pengawasan. Pengawasan diperlukan agar realisasi anggaran itu dipercepat prosesnya. Termasuk agar sistem realisasi anggaran tidak dipermainkan. Sebab jika itu terjadi akan berpengaruh pada kualitas pembangunan.
“Karena, untuk diketahui kita dalam penyusunan anggaran ini, sudah memakai sistem. Sistem SKPD tidak boleh dimain-mainkan. Kemudian sistem akun juga tidak boleh dimain-mainkan. Itu onlinenya sampai ke KPK, ke Kemendagri,” tegasnya.
Menanggapi media ini apakah kepala daerah selama melaksanakan tugasnya meminta nasihat darinya, Makmur menjelaskan selama ini dirinya tidak pernah menasihati bupati. Pasalnya, bupati sendiri tidak pernah meminta Makmur untuk memberikan nasihat.
“Dia sendiri tidak pernah minta nasihat, jadi saya nda mungkin nasihati. Paling saya diundang Musrenbang saja. Sebenarnya hal-hal tentang memanage bagaimana berjalannya APBD ini harapannya harus ada, tidak boleh tidak ada,” pintanya.
Makmur berharap, dengan realisasi APBD yang masih tergolong rendah itu, pemerintah daerah dapat mengintrospeksi diri. Tak hanya itu, Makmur juga meminta SKPD, lembaga pelelangan, dan perangkat-perangkat lainnya untuk segera mempercepat realisasi anggaran yang sudah tersedia.
“Harapan saya juga kepada pembantu-pembantu bupati jangan asal menjanjikan kesenangan saja,” tutupnya. (*/TNW/FST)