Tanjung Redeb – Penyesuaian tarif air minum bersih yang diproduksi Perumda Air Minum Batiwakkal belum juga dilaksanakan hingga hari ini. Padahal, Perumda sendiri dipastikan mengalami kerugian Rp 200/kubik untuk tarif air yang dijual ke setiap pelanggan.
Terkait hal itu, Dirut Perumda Air Minum Batiwakkal, Saipul Rahman menjelaskan di tengah besarnya biaya produksi yang dikeluarkan pihaknya, subsidi atas kerugian yang dialami itu seharusnya ditanggung oleh pemerintah daerah. Bukan sebaliknya ditanggung oleh PDAM sendiri.
“Kita habiskan dengan 1 kubik hanya Rp 4.900. Padahal di Kutim 1 kubik Rp 9.000. Walau Rp 9.000 mereka masih jual 9.500. Kita sudah 4.900, bukan jual 9.500 tapi jual Rp 4.700. Jadi, rugi 200 rupiah. Nah, itu seharusnya subsidi ditanggung oleh Pemda,” jelasnya.
Subsidi yang ditanggung pemerintah itu, lanjut Saipul, diatur dalam Kemendagri Nomor 71 tahun 2016. Subsidi yang dimaksud itu tidak hanya bertujuan untuk meringankan beban biaya produksi, tetapi juga mengatasi kerugian yang terjadi. Apalagi, PDAM sendiri dibebankan lagi dengan PAD.
“Di sini yang menyubsidi PDAM sendiri. Kasihan kalau PDAM harus menanggung seperti itu. Apalagi dibebankan lagi dengan PAD. Padahal di Kutim, jika cakupan layanan kurang dari 80 persen, tidak ada kewajiban untuk membayar PAD,” tegasnya.
Dijelaskannya, berbeda dengan Berau, PDAM di Kutai Timur benar-benar disupport. Pasalnya air dianggap menjadi kebutuhan dasar yang penting. Sehingga ketika harga air di atas rata-rata, pembayaran PAD tidak lagi dikenakan.
“Kita nggak. Ini yang kita perlu berkaca dengan tempat lain. Kalau di sini mohon maaf, PDAM ditarikkan uang,” imbuhnya.
Untuk mengatasi kerugian itu, tambah Saipul, kenaikan tarif air memang perlu dilakukan. Pihaknya juga telah membahas permasalahan itu bersama bupati, selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM).
“Setelah covid ini, kita mau memulihkan ekonomi dulu. Bupati selaku KPM suruh tahan dulu. Tapi kita tidak bisa begini terus. Memang kami masih kuat. Tapi harus cepat beradaptasi,” paparnya.
Selama ini, ungkapnya, perusahaan berusaha untuk survive. Kerugian yang dialami juga coba diatasi. Namun, pihaknya akan berupaya untuk realistis dengan melakukan penyesuaian atas tarif air minum tersebut.
“Jadi, luar biasa membuat perusahaan kita ini survive. Sehingga mau tidak mau ketika ekonomi masyarakat membaik, kita akan realistis melihatnya untuk meningkatkan pendapatan PDAM,” ucapnya.
Walaupun mengalami kerugian, Saipul berharap perusahaan yang dipimpinnya dapat keluar dari masalah itu. Evaluasi juga akan dilakukan agar tarif air minum itu ke depannya, minimal dapat disesuaikan juga dengan rata-rata biaya produksi nasional.
“Secara nasional, biaya produksi itu rata-rata sudah di atas Rp 5.300. Jauh sudah di atas kita. Itu yang kita evaluasi. Tapi mungkin perlu waktu,” tutupnya. (TNW/FST)