Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Zona.my.id PT Zona Nyaman Indonesia
Get
Example floating
Example floating
BerauBerita

Proyek Irigasi Tuai Kontroversi, Bendungan Dinilai Lebih Masuk Akal

Avatar of Redaksi
ZonaTV
533
×

Proyek Irigasi Tuai Kontroversi, Bendungan Dinilai Lebih Masuk Akal

Sebarkan artikel ini
fadccdf8 picsart 23 09 14 19 52 13 217 11zon
IKLAN VIDEO LIST

Tanjung Redeb – Rencana pembangunan proyek raksasa saluran irigasi pada 20 daerah irigasi (DI) di Kabupaten Berau, hingga mencapai Rp 200 miliar, menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat dan pemerintahan kampung.

Salah satu kontroversi itu datang dari DI Kampung Bumi Jaya. Tak ayal, untuk Kampung Bumi Jaya khususnya, pembangunan bendungan dinilai lebih masuk akal daripada saluran irigasi.

Wakil Ketua BPK Bumi Jaya, Yohakim menjelaskan pembangunan saluran irigasi pada DI Bumi Jaya lebih masuk akal, mengingat persawahan membutuhkan air yang mencukupi. Karena itu diperlukan bendungan untuk menampung air, baik air sungai maupun hujan dalam volume yang besar.

“Dengan begitu, kita bisa atur untuk alirkan air ke persawahan. Kalau irigasi, jelas butuh sumber air yang mencukupi. Percuma bangun irigasi kalau sumber air tidak ada,” jelasnya.

Karena itu, Yohakim meminta pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Berau untuk memikirkan kembali rencana pembangunan saluran irigasi di daerah itu. Terutama, jika irigasi itu dimaksud untuk mengairi lahan persawahan.

“Saya sarankan kalau bisa dinas terkait lakukan pengecekan biar lebih akurat. Sehingga bisa jadi bahan pertimbangan apakah layak dibangun atau tidak,” terangnya.

Peninjauan yang dilakukan oleh pemerintah itu, lanjut Yohakim, harus komprehensif agar saluran irigasi yang hendak dibangun tepat sasaran. Sebab, sesuai informasi yang diperolehnya, pembangunan DI Bumi Jaya itu berlokasi di area yang lahannya tidak terlalu luas.

“Rencana pembangunan irigasi itu berdasarkan informasi dari Kaur Perencanaan dan Ketua Kelompok Tani akan dibangun di lokasi RT 03. Namun di lokasi itu tidak terlalu luas. Lokasi yang paling luas di RT 07,” imbuhnya.

Lokasi persawahan yang luas di RT 07 itu, ungkapnya, sudah banyak yang tak lagi aktif. Lahan itu juga sudah menjadi kebun kelapa sawit. Bahkan, persawahan milik PPL sudah ditanami kelapa dan buah-buahan. Dengan adanya alih fungsi lahan itu tentu pembangunan saluran irigasi perlu ditinjau lagi.

“Lokasi yang di RT 07 itu juga memang sudah ada bendungan. Tapi yah itu sumber airnya lagi. Karena di lokasi itu sungai kecil bukan seperti di lokasi RT 03. Dan untuk lokasi RT 07 memang sudah banyak yang alih fungsi lahan,” ungkapnya.

Ditambahkannya, jika pembangunan saluran irigasi tersebut juga dimaksudkan untuk mengantisipasi banjir, yang dibutuhkan seharusnya bukan saluran irigasi. Sebaliknya, diperlukan pembangunan drainase.

“Jadi, kalau misalnya antisipasi level air pada saat musim hujan, itu lebih tepatnya bangun drainase permukiman bukan irigasi pertanian/perkebunan,” bebernya.

Level air yang tinggi pada saat musim hujan dan mengakibatkan banjir ke permukiman warga, ungkapnya, bukan semata-mata terjadi karena faktor belum terbangunnya saluran irigasi atau drainase. Faktor lain juga turut mempengaruhi hal itu.

“Misalnya, sumbatan saluran parit dan jembatan karena tumpukan sampah, kotornya badan dan isi parit karena rumput liar yang tidak dibersihkan. Itu salah satu sumber terjadinya luapan air sampai ke rumah warga,” paparnya.

Untuk mengatasi banjir ke permukiman warga, pemerintahan lama selalu melakukan program pembersihan aliran sungai. Daerah yang rendah ditimbun jadi tinggi. Hal itu juga seharusnya bisa dibuat oleh pemerintahan kampung saat ini.

“Untuk itu, harus bisa dibedakan antara irigasi untuk pertanian/perkebunan dan irigasi atau drainase untuk mengatasi level air pada saat hujan,” tutupnya. (*/TNW/FST)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan