Berau – Upaya Pemerintah Kabupaten Berau dalam memperkuat program pengentasan kemiskinan kembali memasuki tahap penting. Pada Selasa (18/11/2025), Pemkab resmi menyampaikan hasil akhir penyusunan Dokumen Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) 2024 dalam kegiatan yang berlangsung di Ballroom Hotel Bumi Segah.
Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyebutkan bahwa dokumen tersebut menjadi rujukan strategis dalam mengukur capaian sekaligus merumuskan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di tahun-tahun mendatang. Ia menilai laporan ini bukan sekadar formalitas, tetapi gambaran menyeluruh mengenai perkembangan nyata di lapangan.
“Dokumen ini lahir dari kerja keras banyak pihak. Di dalamnya tergambar bagaimana upaya kita menurunkan kemiskinan terus mengalami kemajuan,” ucap Gamalis saat membuka kegiatan.
Ia juga memberikan penghargaan kepada tim penyusun dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Yogyakarta yang turut mendampingi proses perumusan LP2KD.
Dalam laporan tersebut, kinerja Berau memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan. Selama periode 2021–2024, angka kemiskinan konsisten menurun dari 6,3 persen menjadi 5,08 persen, meski target 5 persen belum sepenuhnya tercapai. Kualitas kesejahteraan penduduk miskin juga membaik, terlihat dari turunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 0,95 menjadi 0,41 dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dari 0,20 menjadi 0,07.
“Tanda-tanda perbaikannya jelas. Bukan hanya jumlah kepala keluarga miskin yang berkurang, tetapi kondisi hidup mereka perlahan meningkat,” terang Gamalis.
Laporan LP2KD juga menunjukkan bahwa capaian tersebut merupakan hasil kombinasi berbagai intervensi, mulai dari bantuan sosial pemerintah pusat, program pemberdayaan ekonomi di kampung-kampung, peningkatan kualitas layanan publik, hingga pembangunan sarana dasar yang menunjang aktivitas masyarakat.
Kendati demikian, sejumlah tantangan masih membayangi. Konsentrasi kemiskinan di wilayah pesisir dan pedalaman belum sepenuhnya terurai, sementara perempuan dan anak masih termasuk kelompok dengan kerentanan tinggi. Di sisi lain, efektivitas belanja daerah yang diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan juga masih perlu diperkuat.
Pada tahun 2024, alokasi anggaran untuk fungsi kemiskinan tercatat Rp571 miliar atau 10,87 persen dari APBD, namun elastisitas belanja masih berada di kisaran -0,18, yang menandakan ruang perbaikan masih terbuka lebar.
“Kita telah berada pada arah yang tepat, hanya saja laju pergerakannya masih harus kita dorong lebih kuat lagi,” ujar Gamalis.
Menutup paparannya, ia menekankan pentingnya akurasi data, pendekatan berbasis karakteristik wilayah, dan konsistensi perencanaan lintas tahun. Ia juga menegaskan bahwa upaya menekan kemiskinan bukan pekerjaan jangka pendek.
“Yang kita kejar bukan sekadar angka di tabel, melainkan peningkatan kualitas hidup masyarakat Berau secara menyeluruh,” tegasnya.(Adv/Sc)













