Tanjung Redeb – Penanganan banjir di Berau memang membutuhkan masterplan drainase yang jelas. Tanpa masterplan drainase yang terkoneksi, pembangunan drainase yang dilaksanakan tiap tahun oleh pemerintah daerah, tidak dapat menjadi solusi yang tepat mengatasi banjir.
Untuk menyusun masterplan itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Berau telah menyiapkan anggaran Rp 2 miliar dari APBD Berau Tahun Anggaran 2023. Anggaran itu akan dipakai untuk pembuatan masterplan, termasuk menerbangkan pesawat tanpa awak demi mengukur peta geospasial dan topografi wilayah Berau.
Terkait hal itu, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) pada DPUPR Berau, Hendra Pranata menjelaskan pada 2013 silam, masterplan pembangunan drainase yang terkoneksi itu sebenarnya sudah disusun. Namun, masterplan itu mesti diupdate lagi saat ini.
“Tahun 2013 waktu itu tuntas. Tapi mesti diupdate. Dan baru teranggarkan lagi di tahun ini. Saat ini penyusunan masterplan masih tahapan perizinan terbang pesawat tanpa awaknya untuk pengukuran topografi dan mengambilan image,” jelasnya.
Izin terbang pesawat tanpa awak itu, lanjut Hendra, telah diajukan oleh pihaknya ke Bandara Kalimarau dan Kementerian Perhubungan. Dalam waktu dekat, izin itu diharapkan dapat segera diterbitkan.
“Infonya sih 14 hari setelah rekom AirNAV keluar. Paling lama minggu depan sekitar awal November,” terangnya.
Dijelaskan Hendra, pembangunan drainase terkoneksi memang perlu dilakukan. Selama ini drainase yang ada memang kurang maksimal mengatasi banjir. Karena itu, masterplan yang mau disusun itu akan diupayakan sebisa mungkin mengatasi banjir di Berau.
“Nanti itu terhubung. Jadi alirannya itu jelas. Tidak berputar-putar. Selama ini tidak maksimal. Kadang ketika di hulunya oke, hilirnya masih mampet. Atau hilirnya oke, antara hilir sama hulunya ada pengecilan. Sehingga perlu ada hitung-hitungannya,” terangnya.
Apabila drainase itu sudah terhubung, ungkap Hendra, aliran dari drainase akan diteruskan ke 28 anak sungai yang ada. Hal itu dilakukan juga untuk mengembalikan semua anak sungai itu ke fungsi awalnya.
“Awalnya anak-anak sungai itu bisa dilewati ketinting. Sekarang sudah banyak yang mampet. Perlu dikembalikan fungsi awalnya dengan pembangunan drainase yang besar tapi tetap efisien,” tegasnya.
Ditambahkan Hendra, kompleksitas permasalahan banjir di Berau, jika dilihat secara utuh sebenarnya tidak hanya bertumpu pada masterplan itu. Faktor lain seperti persoalan sosial juga turut mempengaruhi penanganan banjir tersebut.
“Permasalahan belum terkoneksi sebenarnya bukan cuma gara-gara masterplan. Tapi memang tantangan sosial cukup tinggi. Seperti yang punya lahan. Kadang ribet. Dan itu yang paling berat,” imbuhnya.
Untuk diketahui pesawat tanpa awak itu juga akan diterbangkan oleh pemerintah daerah dalam rangka penyusunan masterplan penanganan abrasi pantai di kepulauan Berau. Dengan pemetaan geospesial yang jelas, abrasi seperti halnya banjir, diharapkan bisa ditangani. (*/TNW/FST)