Tanjung Redeb – Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Berau terus mendorong percepatan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi para petani, khususnya petani kelapa sawit. Hingga Oktober 2025, tercatat sudah lebih dari 300 berkas STDB yang masuk ke Disbun. Namun, dari jumlah tersebut baru 52 surat yang berhasil diterbitkan secara resmi.
Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini, mengungkapkan bahwa penerbitan STDB kini dilakukan secara elektronik (E-STDB). Sistem ini menuntut kelengkapan data dan dokumen yang ketat, sehingga berkas yang belum memenuhi persyaratan otomatis akan ditolak oleh sistem.
“Berkas yang masuk sebenarnya banyak, sekitar 300-an, tapi baru 52 yang berhasil ditandatangani tahun ini. Hal ini karena sistem E-STDB menolak berkas yang tidak lengkap atau tidak sesuai standar,” jelas Lita.
Menurutnya, proses verifikasi di lapangan juga terbantu oleh sejumlah NGO yang berkolaborasi dengan Disbun dalam melakukan identifikasi lahan milik petani. Namun, Lita menegaskan bahwa akurasi data tetap menjadi prioritas utama agar STDB yang diterbitkan valid dan sesuai regulasi.
“Saat ini kita memang dibantu beberapa NGO untuk identifikasi lapangan. Tapi karena sistemnya elektronik, jika data tidak lengkap maka otomatis tertolak ketika diunggah,” ujarnya.
Meski baru 52 STDB yang diterbitkan, Lita menyebut luasan lahan yang sudah tercakup mencapai sekitar 200 hektare. Hal ini karena satu dokumen STDB dapat mewakili lahan hingga 20 hektare. STDB diberikan kepada petani yang memiliki lahan dengan luas di bawah 25 hektare, sehingga tidak memerlukan izin usaha perkebunan lainnya.
Ia menargetkan dalam dua bulan ke depan, Disbun dapat memaksimalkan penerbitan hingga 100 STDB tambahan guna mengejar target tahunan. Untuk itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada petani, kelompok tani, dan koperasi agar segera melengkapi berkas sesuai persyaratan sistem elektronik.
“Disbun terus melakukan sosialisasi percepatan pelaksanaan E-STDB. Petani atau kelompok tani yang sudah siap bisa langsung berkoordinasi dengan kami,” tegasnya.
Lebih lanjut, Lita menekankan pentingnya STDB bagi petani. Selain sebagai legalitas kegiatan budidaya, dokumen ini juga menjadi syarat utama untuk memperoleh Sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Sertifikasi tersebut nantinya akan menjadi kewajiban bagi semua pelaku usaha kelapa sawit, baik perusahaan maupun petani mandiri.
“Ke depan, seluruh perkebunan sawit wajib memiliki sertifikat ISPO untuk bisa menjual tandan buah segar (TBS). STDB menjadi dasar penting untuk pengajuan sertifikasi tersebut,” jelasnya.
Dengan dorongan penerapan E-STDB ini, Dinas Perkebunan Berau berharap para petani semakin tertib administrasi, memiliki legalitas usaha yang jelas, serta mampu bersaing di pasar industri sawit berkelanjutan.
(Adv/ZENN)













