Tanjung Redeb – Yupiter dan Maghda yang diduga melakukan kasus penyerobotan lahan dan menghalang-halangi aktivitas pertambangan di daerah Gurimbang akhirnya telah berproses usai dilaporkan oleh PT Berau Coal.
Dalam upaya bandingnya, Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur (Kaltim) telah mengeluarkan putusan Nomor 181/PID.SUS-LH/2023/PT SMR, dan memutuskan Yupiter dan Maghda ditahan selama 2 tahun 3 bulan serta denda sebesar Rp 100 juta.
Namun hingga saat ini terdakwa Yupiter dan Maghda terus mencari keadilan atas apa putusan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Kaltim dan berkeyakinan bahwa proses hukum yang dilakukan penegak hukum di Kabupaten Berau, dianggap cacat hukum.
Menanggapi hal tersebut Ahli pidana umum sekaligus akademisi Universitas Mulawarman Orin mengungkapkan, bahwa kasus yang dialami oleh Yupiter dan Maghda harusnya didampingi oleh pengacara.
“Mereka ini (Yupiter dan Maghda) harusnya tidak dapat dipidana, namun hakim tetap saja mengadili keduanya. Artinya Hakim yang mengadili Yupiter dan Maghda dinilai telah mengabaikan pandangan hukum,” Ungkapnya.
Lebih lanjut, Orin menjelaskan sesuai dengan pasal 56 (1) KUHAP bahwa untuk seseorang yang tidak mampu maka harus di dampingi oleh Pengacara Hukum dengan cuma jika ancaman pidana pasal yang dikenakan 5 tahun atau lebih.
“Yupiter dan Maghda ini tidak pernah didampingi kuasa hukum sejak dari penyidikan di Polres Berau sampai di pengadilan. Lebih jauh lagi hakim yang mengadili mereka dinilai sudah melanggar hukum acara,” Jelasnya.
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana Menurut hukum, apabila tersangka atau terdakwa diancam hukuman mati atau pidana penjara di atas lima tahun, maka wajib diberikan bantuan hukum dengan didampingi oleh advokat/pengacara. Namun penegak hukum tetap melanjutkan perkara kedua pasangan suami istri yang dinilai penuh dengan pesanan,” Sambungnya.
Untuk itu, Orin berharap kasasi yang dilayangkan oleh kedua pasangan suami – istri ini bisa diketahui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). (*)
Sumber : A-News.id