Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Zona.my.id PT Zona Nyaman Indonesia
Get
Example floating
Example floating
BerauBerita

HET Beras Dinilai Tak Relevan, Dinas Pangan Berau Desak Pemerintah Pusat Lakukan Evaluasi

ZonaTV
29
×

HET Beras Dinilai Tak Relevan, Dinas Pangan Berau Desak Pemerintah Pusat Lakukan Evaluasi

Sebarkan artikel ini
90f7b887 5a01 4e2a b7a3 1d3adbb25451
IKLAN VIDEO LIST

TANJUNG REDEB – Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras kembali menuai kritik di Kabupaten Berau. Para pelaku usaha pangan menilai aturan tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan, terutama terkait biaya produksi dan distribusi yang kian tinggi.

Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan, menyampaikan bahwa penerapan HET di wilayah Kalimantan, khususnya Berau, sudah tidak sesuai dengan perhitungan ekonomi lokal. Menurutnya, harga yang ditetapkan pemerintah pusat tidak mampu menutup ongkos petani maupun biaya logistik dari daerah penghasil.

“Kalau dihitung, harga gabah bisa mencapai Rp6.500 per kilogram, sedangkan total biaya produksi menyentuh Rp13.000. Sementara HET yang ditetapkan hanya Rp13.100. Margin ini sangat tipis dan nyaris tidak ada keuntungan,” ujar Rakhmadi, Kamis (21/8/2025).

Ia menegaskan, jika kebijakan tersebut terus dipaksakan, maka akan memukul semangat petani dan pengusaha lokal. Bahkan, kondisi itu telah berdampak pada program distribusi beras untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Berau.

“Sejak beberapa waktu terakhir, distribusi beras untuk ASN dihentikan. Angkanya tidak sesuai dengan HET, sehingga bila dipaksakan, petani maupun pengusaha akan mengalami kerugian besar,” jelasnya.

Lebih jauh, ia mencontohkan beras premium yang didatangkan dari Jawa. Dengan HET Rp12.900 per kilogram, harga tersebut dianggap mustahil dipertahankan ketika sampai di Berau. Biaya transportasi dan logistik otomatis membuat harga riil jauh lebih tinggi.

“Bagaimana mungkin beras premium dari Jawa dijual sesuai HET, sementara biaya distribusi ke Berau sangat mahal? Akhirnya, hitungan di lapangan tidak masuk,” katanya.

Menurut Rakhmadi, situasi ini berpotensi mengganggu keberlangsungan pasokan beras. Apabila pengusaha merasa tidak diuntungkan, bukan tidak mungkin mereka menghentikan distribusi, dan dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat.

“Risiko terberat adalah suplai beras terhenti. Kita harus realistis, aturan jangan sampai memicu kelangkaan di pasaran,” tegasnya.

Untuk itu, Dinas Pangan Berau mendorong pemerintah pusat agar meninjau kembali kebijakan HET. Ia menilai regulasi harga perlu lebih fleksibel, dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi geografis dan ongkos distribusi antarwilayah.

“Tidak bisa disamakan antara Jawa dengan Kalimantan. Situasi distribusinya jelas berbeda. Karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih adaptif dan berpihak pada realitas daerah,” pungkasnya.

Penulis : Suci

Editor : Fery

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan