Tanjung Redeb – Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Berau mencatat terdapat 84 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak yang ditangani sepanjang tahun 2023.
Terkait hal itu, Kepala UPT PPA Kabupaten Berau, Yusran menjelaskan dari 84 kasus itu, kasus kekerasan terhadap perempuan sejumlah 22 kasus. Sedangkan kasus kekerasan yang menimpa anak-anak sejumlah 62 kasus.
“84 kasus tersebut sudah kami tangani semua. Kecuali 1 kasus yang masih dalam penanganan UPT atau belum selesai,” jelasnya.
Disampaikannya, selain ditangani pihak UPT PPA, puluhan kasus lainnya juga diteruskan ke pihak kepolisian dan pengadilan untuk ditindaklanjuti.
“Tidak semua kasus yang kami tangani berakhir dengan proses hukum di kepolisian atau pengadilan. Tapi ada 44 kasus yang ditangani kepolisian dan 38 kasus dilanjutkan ke pengadilan,” terangnya.
Selain diproses melalui jalur hukum, lanjut Yusran, terdapat kasus lain yang diselesaikan melalui mediasi. Hal itu terjadi lantaran korban menolak kasusnya diselesaikan melalui jalur hukum.
“Tapi kalau kasusnya kekerasan seksual dan TPPO maka akan diselesaikan melalui jalur hukum. Dan 38 kasus yang masuk pengadilan itu masuk kasus kekerasan seksual,” imbuhnya.
Diakuinya, dalam penanganan kasus-kasus itu terdapat juga beberapa kendala yang masih ditemukan pihaknya di lapangan. Beberapa kendala itu seperti tidak semua korban atau keluarga mau melaporkan kasus yang dialami ke UPT atau kepolisian.
Tak hanya itu, masalah kekurangan psikolog dan konselor serta lokasi penanganan kasus yang jauh, juga turut menghambat penyelesaian persoalan. Apalagi ada psikolog klinis yang sudah mengundurkan diri.
“Sementara di Berau psikolog klinis hanya 1 orang. Sehingga UPT kesulitan jika harus menangani kasus yang benar-benar harus melibatkan psikolog klinis,” ungkapnya.
“Untuk mengatasinya, sementara ini kami memaksimalkan peran tenaga konselor psikolog (Sarjana S1 Psikolog) yang ada di UPT,” sambungnya.
“Terus lokasi kejadian kadang jauh dan sulit dijangkau, misalnya di lokasi perusahaan atau perkebunan. Sehingga penanganan agak terlambat,” tambahnya.
Agar semua korban atau keluarga mau melaporkan kasus yang dialami ke UPT atau kepolisian, ungkap Yusran, UPT PPA akan berupaya untuk membangun kerja sama dengan dinas terkait.
“Tujuannya agar lebih mengintensifkan penyuluhan kepada masyarakat. Karena fungsi pencegahan ada di dinas,” paparnya.
Sedangkan untuk kekurangan personel, ditambahkan Yusran, pihaknya sudah melaporkan hal itu ke DPPKBP3A. Dinas terkait pun berencana akan meminta tenaga psikolog ke bupati atau ke BKSDM.
“Semoga nantinya bisa terpenuhi. Ada juga rencana menjajaki kerja sama dengan Himpunan Tenaga Psikolog yang ada di Kabupaten Berau untuk membantu menangani kasus yang memerlukan penanganan tenaga psikolog,” ujarnya.
Lebih dari itu, untuk penanganan korban yang berada di lokasi yang jauh, memang membutuhkan kerja sama dengan pemerintahan kampung dan kepolisian setempat, serta perusahaan.
“Selama ini kami bekerja sama denagan kepala kampung, kecamatan, polsek setempat dan perusahaan untuk menghadirkan korban di kantor kecamatan atau kantor kepala kampung atau kantor polsek. Sehingga kami melakukan penanganan sementara di lokasi tersebut,” tandasnya. (TNW/FST)