Tanjung Redeb – Badan Pendapatan Daerah merupakan OPD teknis yang menarik pajak. Selama ini, usaha galian C atau Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) juga termasuk dalam salah satu objek penarikan pajak. Lantas, bagaimana dengan usaha pengerukan pasir di Berau yang mayoritas tidak memiliki izin?
“Mereka si pemilik usaha pengerukan pasir ini sebenarnya memiliki izin, tapi sudah mati. Jadi berdasarkan data sebelumnya mereka sudah terdaftar, dan bisa dikenakan pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB),” jelas Kepala Bapenda Djupiansyah Ganie ditemui beberapa waktu lalu.
Sepanjang 2024 lalu, total hasil penarikan Pajak MBLB di Kabupaten Berau adalah Rp194 juta lebih. Angka ini masih jauh dari realisasi yang ditargetkan Rp608 juta, atau hanya terealisasi 31 persen saja.
Dijelaskannya, Bapenda pun melakukan pungutan pajak bukan berdasarkan status usaha legal atau ilegal, melainkan karena adanya objek usaha yang sedang berjalan. Dan untuk pemungutan pajaknya berdasarkan pada surat edaran Kementerian Dalam Negeri RI, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah.
Tertuang dalam surat Nomor: 900.1.13.1/13823/Keuda dan bersifat segera, surat yang diedarkan pada 31 Juli 2023 lalu ditujukan kepada Gubernur, Bupati dan Wali Kota seluruh Indonesia.
Sehubungan dengan beberapa permasalahan mengenai legalitas dan optimalisasi pemungutan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), disampaikan penjelasan sebagai berikut, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
a. Pasal 1 angka 21 menjelaskan bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah, yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Pasal 1 angka 58 menjelaskan bahwa Mineral Bukan Logam dan Batuan, yang selanjutnya disingkat MBLB, adalah mineral bukan logam dan batuan, sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara.
Kemudian dalam Pasal 71, ayat 1 menjelaskan bahwa objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan ayat 2 menjelaskan bahwa yang dikecualikan dari objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB untuk keperluan rumah atau diperjualbelikan, dipindahtangankan, untuk keperluan pemancangan tiang listrik atau telepon, penanaman kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang tidak mengubah fungsi permukaan tanah. Atau untuk keperluan lainnya yang ditetapkan dengan Perda.
Dipertegas lagi dalam pasal 72 ayat 1, yang menjelaskan bahwa Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. Dan di ayat 2 menjelaskan bahwa Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB.
Pasal 73 ayat 1 menjelaskan bahwa Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB. Ayat 2 menjelaskan bahwa Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB.
Ayat 3 menjelaskan bahwa Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap-tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
Dan ayat 4 menjelaskan bahwa Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara.
“Untuk tarif pajaknya, sesuai dengan surat yang kami terima maka tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. Dan tarif ini ditetapkan dengan Perda,” tambahnya.
Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus memperhatikan ketentuan pada Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menegaskan bahwa Jenis Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi, Objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan Pajak, serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh Jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah
Penulis: Tim
Editor : Fery