Tanjung Redeb – Koordinator Pusat Front Pemuda Kaltim, Ayatullah Khomeini, menyampaikan pernyataan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pasangan Yupiter dan Maghda dalam kasus sengketa lahan dengan PT Berau Coal.
Pasangan tersebut diduga menghalangi aktivitas pertambangan di lahan konsesi perusahaan tersebut.
Ayatullah menegaskan pentingnya melindungi hak-hak rakyat, termasuk hak atas tanah, sebagaimana diatur oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya, meskipun PT Berau Coal memiliki izin sah atas konsesi tanah tersebut, setiap sengketa lahan harus diselesaikan melalui jalur hukum yang adil, tanpa adanya intimidasi atau perlakuan sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Dalam pernyataannya, Ayatullah mengingatkan bahwa hak-hak rakyat atas tanah dilindungi oleh berbagai regulasi.
Termasuk, Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menjamin setiap orang berhak atas harta benda yang sah dan perlindungan hukum yang adil.
“Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.
“Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjamin hak warga negara untuk mempertahankan milik pribadi dan mendapatkan keadilan dalam proses hukum,” tambahnya.
Ayatullah juga menyoroti kewajiban PT Berau Coal untuk menghormati hak-hak masyarakat setempat dan menyelesaikan sengketa lahan secara adil dan transparan, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018.
Ia menegaskan bahwa aktivitas pertambangan harus memperhatikan hak-hak masyarakat dan lingkungan sekitar.
Kasus Yupiter dan Maghda menjadi perhatian serius karena pasangan tersebut tidak didampingi oleh pengacara selama proses hukum, yang menurut Ayatullah, membatasi akses mereka terhadap keadilan yang layak.
“Hak itu harusnya terpenuhi, apapun alasannya,” tuturnya.
Hal ini, katanya, menekankan pentingnya perlindungan hukum yang merata bagi semua individu yang terlibat dalam sengketa hukum.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, masyarakat tidak boleh dipidana karena memperjuangkan hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah ulayat atau tradisional.
Selain itu, Pasal 56 KUHAP, menjamin setiap terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum, terutama bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi.
“Aturannya itu jelas,” bebernya.
Ayatullah juga menyoroti peran pemerintah daerah, yang seharusnya bertindak tegas dalam melindungi rakyatnya dari potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh perusahaan besar.
Ia menekankan bahwa pemerintah daerah, Kepala Daerah dan dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanahan, harus proaktif dalam menyelesaikan konflik lahan dan tidak membiarkan adanya pelanggaran hak-hak masyarakat.
“Pemerintah harus bersifat netral. Tidak berpihak pada instrumen tertentu. Dan harus mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakatnya,” ucapnya.
Dalam kasus Yupiter dan Maghda, ketidakmampuan pemerintah daerah untuk merespons secara cepat dan adil dapat dianggap sebagai kelalaian dalam melindungi warga negara. Ayatullah menegaskan bahwa Kepala Daerah bertanggung jawab memastikan bawahannya bekerja sesuai aturan dan memberikan keadilan bagi masyarakat.
Sebagai pemimpin daerah, Kepala Daerah harus bersikap tegas dan adil dalam menangani konflik antara perusahaan dan masyarakat, serta memastikan bahwa setiap perangkat pemerintah daerah bekerja optimal untuk kepentingan rakyat.
“Pemerintah daerah harus bersuara. Jangan sampai ada hal-hal seperti ini kembali terjadi,” tukasnya. (Fery)