Tanjung Redeb – Aksi massa yang berlangsung di depan Kantor Kejati Kaltim, belum lama ini, menuntut agar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau diperiksa telah sampai ke telinga Kejaksaan Negeri Berau.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Berau, Dedy, mengonfirmasi bahwa tuntutan massa terkait Kepala DPUPR Berau sudah diterima pihaknya.
“Informasi itu sudah kami terima,” ujarnya.
Namun demikian, Dedy menyatakan bahwa pihaknya belum menerima arahan terkait penanganan masalah tersebut.
“Kami belum dapat petunjuk. Apakah kami yang diminta untuk melakukan pemeriksaan atau Kejati sendiri yang akan memeriksa,” katanya.
Diakui Dedy, Kabupaten Berau juga masih merupakan daerah yurisdiksi Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, sehingga tidak menutup kemungkinan persoalan tersebut akan diambil alih langsung oleh Kejati.
“Berau masih termasuk wilayahnya. Jadi bisa saja nanti tim Kejati yang turun untuk memeriksa,” tuturnya.
Dedy menjelaskan bahwa persoalan ini sudah menjadi perhatian pihaknya dan mereka masih menunggu petunjuk dari pimpinan terkait tuntutan aksi tersebut.
“Pada intinya, kami masih menunggu arahan pimpinan. Kalau memang kami diminta untuk langsung mengusut, pasti kami lakukan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Berau, Fendra saat dikonfirmasi belum memberikan respons.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), tahun ini menganggarkan Rp 122,9 miliar untuk penanganan banjir di Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau. Dalam anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembangunan drainase kawasan permukiman dan peningkatan jalan.
Namun proyek itu menjadi sorotan Aliansi Mahasiswa Peduli Penegakan Hukum (AMPPH) Kaltim. Pasalnya, penggunaan APBD senilai ratusan miliar tersebut diduga berbeda dengan fakta di lapangan.
“Anggaran ratusan miliaran yang digelontorkan oleh Pemkab Berau diduga sangat tidak efektif, dan proyek yang dikerjakan secara asal-asalan. Kami menduga anggaran Rp 122,9 miliar yang bersumber dari APBD tersebut tidak sesuai dengan yang dikerjakan,” beber Kordinator AMPPH Kaltim, Amirullah.
Lebih lanjut dikatakannya, tak hanya proyek drainase, pihaknya juga menilai ada dugaan korupsi dalam proyek revitalisasi bangunan pelengkap kawasan Tepian Ahmad Yani, Tanjung Redeb, yang menelan APBD mencapai Rp 27 miliar. Sebab proyek yang belum diserahterimakan diduga dikerjakan secara asal-asalan oleh salah satu kontraktor.
Dimana keramik yang dipasang mulai lepas dan retak. Disisi lain pemasangan penutup juga diduga terkesan asal jadi, karena beberapa titik ditemukan, dalam pekerjaan itu ditinggalkan tanpa ada pembenahan.
“Kami menduga kegiatan ini dikerjakan secara asal-asalan. Kami menilai hasilnya tidak sesuai dengan besarnya anggaran Rp 27 miliar,” jelasnya.
Karena itu, AMPPH meminta Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur untuk memanggil dan memeriksa kontraktor pelaksana proyek dan Dinas Pekerjaan Umum Berau yang tidak cermat dalam mengerjakan proyek yang bersumber dari APBD Berau Tahun Anggaran 2024.
Dia menyampaikan, terkait dugaan itu, ada beberapa tuntutan yang disampaikan AMPPH. Diantaranya meminta Kejati Kaltim untuk memanggil dan memeriksa kontraktor pelaksana proyek dan Pemkab Berau dalam dugaan proyek revitalisasi bangunan pelengkap kawasan tepian Ahmad Yani Berau yang menelan anggaran sebesar Rp 27 miliar dari APBD
“Kami juga meminta Kejati Kaltim untuk melakukan audit dan investigasi lapangan terhadap kegiatan revitalisasi bangunan di kawasan tepian Ahmad yani di Berau yang diduga dikerjakan secara asal-asalan serta tidak sesuai dengan anggaran sebesar Rp 27 milliar,” jelasnya.
Pihaknya juga mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan tegas terhadap penggunaan anggaran yang diduga tidak maksimal peruntukannya. Dimana Pemkab Berau menggelontorkan anggaran sebesar Rp 122,9 miliar untuk penanganan banjir di Kecamatan Tanjung Redeb Berau. (*)