Tanjung Redeb – Demi kepentingan masyarakat Berau, izin tambang PT Berau Coal (BC) di atas lahan berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), wilayah Gunung Kasiran, Jalan Poros Sambaliung – Suaran, dinilai bisa dicabut.
Penilaian itu datang dari Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Mareta Sari, yang disampaikan kepada media ini, Kamis (14/3/2024).
Diakui Mareta, izin operasional tambang milik PT BC di wilayah itu memang dapat diterbitkan walaupun berada di atas lahan berstatus KBK. Namun, demi kepentingan masyarakat, potensinya yang merusak jalan itu harus ditolak.
“Memang status KBK bisa terbit izin. Tapi itu dekat dengan fasilitas publik, yakni jalan. Apalagi itu juga lintas provinsi. Artinya ada beban yang pastinya ditanggung oleh negara,” ungkapnya.
Menurutnya, keadaan pertambangan dekat dengan jalan raya tak hanya ditemukan di Berau. Pada beberapa kabupaten/kota lainnya di Kaltim, kondisi serupa juga terjadi.
“Itu artinya, kita bisa lihat negara ini lumpuh terhadap kekuasaan korporasi atau perusahaan tambang dan tidak berpihak pada rakyat, walaupun itu benar-benar mengancam pengguna jalan,” tegasnya.
Melihat potensi bahayanya yang serius dan belajar dari wilayah lain, salah satunya dari Jalan Provinsi Kaltim yang menghubungkan Sangasana-Muara Jawa yang putus dan menimbulkan korban jiwa, izin tambang itu bisa dicabut.
“Negara dalam hal ini DLHK sebenarnya bisa memberi teguran, mencabut izin, dan membuat evaluasi. Dishub bisa mempertahankan jalan itu dan melakukan mitigasi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Koordinator Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lahan pada DLHK Berau, Teddy mengaku kawasan tambang PT BC yang berstatus KBK di wilayah sekitar Gunung Kasiran itu memiliki satu kesatuan AMDAL dengan Site Gurimbang.
“Nah itu site satu kesatuan dengan Gurimbang. Site kan ada Sambarata, ada Binungan, ada Lati, ada Gurimbang. Site Gurimbang Mine Operation (GMO) itu luasannya mendekati sampai Suaran,” ujarnya.
Selain menambang di atas lahan KBK, lanjutnya, operasional tambang PT BC di site tersebut memang sangat dekat dengan jalan provinsi. Karena itu, PT BC berpotensi menggosok jalan yang ada dan membuat jalan baru.
“Jadi, misalnya Jalan Gurimbang-Suaran, potensinya (batu bara, Red) sekitar puluhan juta ton depositnya. Mereka carikan tempat, lokasi yang tidak ada depositnya. Ekonomisnya masuk, digosok (jalan, Red) sama mereka,” terangnya.
Disampaikannya, potensi digosoknya jalan bernomenklatur provinsi itu dapat terjadi. Pasalnya, lahan berstatus KBK itu selain sudah dipinjam pakai oleh PT BC, areal tersebut juga sudah termuat dalam AMDAL yang ada.
“Karena ada di areal pinjam pakai. Jadi dia bebas bermainnya di situ. Beda kalau misalnya dia memerlukan pembebasan lahan. Tapi kalau itu izin pinjam pakai, ya dia izin ke negara,” bebernya.
“Sudah ada tim yang datang ke sana. Karena ada desain untuk mengubah lokasi itu, jalan baru. Jadi Berau Coal itu buat jalan baru sesuai speknya yang ada di Kementerian PUPR,” paparnya.
Ditegaskannya, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk membatasi operasional tambang PT BC di wilayah itu. Apalagi meminta BC untuk tetap mempertahankan nomenklatur jalan yang ada.
“Paling tidak kita misalnya ambil data, merilis jarak jalan negara dan kegiatan operasional tambang sekian-sekian jelas sudah. Hanya batas sampai di situ. Begitu nanti masuk proses penindakan, bukan kita sudah,” katanya.
Saat ini, tambahnya, posisi operasional tambang batubara milik PT BC tersebut sudah semakin luas dan bisa mengubah luasnya jalan.
“Contoh pembandingnya di Bengalon. Tentunya ada proses SOP yang tentunya dia taati. Material untuk mengubah arah jalan juga dia harus siapkan,” tambahnya.
Sedangkan secara khusus terkait AMDAL, Teddy menerangkan operasional tambang PT BC di wilayah itu masih menggunakan dokumen lingkungan, AMDAL lama, yang masih aktif. Mengingat AMDAL baru masih dalam proses penerbitan.
“Karena masih ‘in progress’ AMDAL baru, kita acuannya pada AMDAL lama. Dan masalah izin, luasannya pasti tidak berubah. Tetap. Cuma karena ada dinamika di dalamnya tentu ada perubahan,” sambungnya.
“Masalah perubahan kapan, tidak ada kewenangan kita sekarang. Pun kalau ada perubahan kewenangan adendum AMDAL di pusat, yang berhak melakukan pengawasan, pusat juga,” lanjutnya.
Corporate Communication Superintendent PT Berau Coal, Rudini saat dikonfirmasi media ini, tidak memberikan jawaban pasti bahwa pertambangan di wilayah itu merupakan pertambangan milik PT BC.
Selain itu, dirinya juga tidak memberikan penjelasan terkait masalah tambang yang berada dekat dengan jalan raya. Berikutnya, masalah AMDAL lama yang dipakai saat ini, di samping AMDAL baru yang masih dalam proses penerbitan.
Dirinya hanya menegaskan bahwa setiap operasional tambang batubara yang menjadi milik PT BC, tentu tidak melanggar ketentuan peraturan yang berlaku.
“Jika di area operasional perusahaan kami, tentu kami memenuhi aturan yang berlaku,” pungkasnya. (Elton/Fery)