Tanjung Redeb – Sejumlah Kontraktor mengeluhkan adanya dugaan pungli di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau.
Pungli tersebut sebesar 1 persen dari nilai proyek yang didapatkan oleh kontraktor. Bahkan, dalam persoalan tersebut, oknum institusi penegak hukum pun diduga terlibat.
Salah satu kontraktor yang tidak ingin disebutkan namanya menjelaskan pungutan satu persen dari setiap anggaran untuk proyek itu diserahkan ke PPK.
“Satu persen itu diminta untuk semua kontraktor,” jelasnya.
Tak berbeda jauh, Kontraktor berinisial O pun mengakui persoalan tersebut. Bahkan, dirinya menyebut ada yang melalui PPK dan ada yang langsung memberikan ke APH.
Dirinya menyebut, bahwa 1 persen yang diminta itu akan dikumpulkan akhir tahun.
“Kalau tahun ini saya belum kumpulkan itu. Tapi kalau tahun lalu saya serahkan ke PPKnya,” tegasnya.
Menanggapi itu, Kepala Bidang Sumber Daya Air DPUPR Berau, Hendra Pranata membantah informasi tersebut.
Dirinya mengklaim, bahwa tidak pernah menghimpun anggaran satu persen untuk setiap proyek yang dilaksanakan kontraktor. Apalagi nantinya, dana tersebut akan diberikan untuk APH.
“Tidak benar. Kalau betul tidak kuantar ke APH. Ku pakai liburan ke Hawai,” celotehnya.
Sementara itu, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) DPUPR Berau, Niar A. Rani membantah dan mengakui bahwa tidak ada pungutan dari APH di Berau sejumlah satu persen untuk setiap proyek pembangunan pemerintah itu.
“Salah,” singkatnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Berau, Eko Purwanto menjelaskan pihaknya tidak pernah melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Termasuk, atas pendampingan hukum yang dilaksanakan Kejari Berau.
“Biasanya ada beberapa dinas yang memberikan semacam honor narasumber. Itu biasa. Tapi itu dari dinas saat mereka butuh advice. Honor itu kan ada plafonnya. Kita lebihnya konsultasi,” ujarnya.
Diakui Eko, pihaknya juga hanya melakukan pendampingan hukum terhadap proyek-proyek pemerintah jika terdapat permohonan yang masuk. Permohonan itu juga tidak serta merta langsung diterima untuk ditindaklanjuti.
“Sifat pendampingan hukum ini tergantung permohonan. Kemudian ketika dimohonkan juga tidak serta merta kita dampingi. Kita telaah dulu. Yang di approve itu biasanya punya potensi penyimpangannya yang besar,” tegasnya.
Pendampingan hukum yang dilakukan itu, lanjut Eko, masih berlaku setelah dihapusnya Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) yang mulanya ditangani intelijen. Hanya saja, saat ini pendampingan hukum masuk dalam pengamanan proyek strategis (PPS).
“Ada juga di sini PPS itu tapi untuk kegiatan strategis pusat. Lalu soal pendampingan hukum sejauh ini belum ada proyek yang bermasalah ketika diberikan pendampingan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Berau, AKP Ardian Rahayu Priatna mengklaim, bahwa pihaknya tidak terlibat dalam persoalan tersebut. Bahkan, dirinya pun mengaku tidak mengetahui adanya persoalan itu.
Tak main-main, dirinya mengungkapkan, jika ada penyidiknya yang terlibat dalam persoalan tersebu, maka akan ditindak sesuai aturan yang berlaku.
“Jika disebut disitu adalah APH, maka kami tercatut. Dan kalau memang ada anggota kami yang terlibat, maka akan kami sampaikan itu ke atasan. Bisa diganjar PTDH,” tandasnya. (*)
Sumber : A-News.id