Tanjung Redeb – Perkara perdata kasus pembangunan gedung SMPN 1 Biduk-Biduk masih berproses di meja hijau. Tuntutan para penggugat atas masalah ganti rugi lahan yang belum diselesaikan sejak tahun 1983 silam, belum juga menemui titik terang.
Berhadapan dengan hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau selaku tergugat, memberikan kepastian untuk siap mengikuti semua keputusan pengadilan. Apalagi masalah itu hampir tak pernah menemukan solusinya hingga 39 tahun berjalan.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Berau, Sopyan Widodo menjelaskan gugatan para penggugat tersebut saat ini tengah berjalan. Pemkab Berau juga siap menerima semua keputusan yang diambil Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb.
“Jadi, apapun keputusan pengadilan itu, kalau memang pemerintah harus membayar, kita hormati keputusan itu. Kalau keputisannya kalah ya kita bayar. Kalau menang ya tergantung penggugatnya lagi, melanjutkan atau tidak. Itu prosesnya,” jelasnya.
Secara pribadi, diakui Sopyan, dirinya tidak mengetahui dan mengikuti masalah itu dari awal. Dirinya juga tidak pernah mengikuti berbagai rapat dan mediasi yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Terus terang kami tidak pernah mengikuti masalah itu dari awal. Jadi kami tidak mengetahui persisnya itu apa. Yang jelas di situ ada bangunan SMP yang dibangun pemerintah daerah. Entah itu dulu dananya pemerintah daerah atau itu dulu dananya APBN dan sebagainya,” terangnya.
Masalah itu diketahui Sopyan, ketika para penggugat melakukan gugatan atas persoalan itu. Para penggugat sendiri juga mengajukan gugatannya tidak hanya ke Pemkab Berau, tetapi juga kepada Kepala SMPN 1 Biduk-Biduk dan Dinas Pendidikan.
“Kami dikuasakan kepala SMPN 1 sebagai tergugat. Bupati diwakili oleh kejaksaan sebagai pengacara negara, bersama Dinas Pendidikan,” tegasnya.
Setelah ditelusuri lebih jauh, selama hampir empat dekade kasus itu berjalan, lanjut Sopyan, sebenarnya sudah diupayakan agar ditemukan solusi yang berarti. Rapat dan mediasi juga beberapa kali dilaksanakan. Namun, belum ditemukan juga kesepakatan bersama.
“Karena pemerintah daerah juga selama ini masih mencari bukti-bukti kepemilikan itu. Apakah pemerintah daerah betul-betul membangun di sana? Apa betul-betul itu tanah pemda? Nah, itu sampai sekarang masih mencari solusinya seperti apa,” imbuhnya.
Untuk memastikan hal itu, pihaknya saat ini tengah mencari alat bukti yang bisa menyatakan bahwa lahan berdirinya SMPN 1 Biduk-Biduk merupakan tanah Pemda dan aset daerah atau bukan. Jika tidak ada alat bukti maka Pemkab Berau mesti membayar ganti rugi lahan tersebut.
“Nanti pengadilan saja yang bisa menilai. Apakah itu menjadi aset pemda? Kita hargai keputusan itu apapun bunyinya,” paparnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Penggugat dari Firma Hukum H.A.M. & Partner, Hamzar menjelaskan masalah itu sangat merugikan kliennya. Apalagi, gedung sekolah SMPN 1 Biduk-Biduk itu sudah dibangun dan digunakan selama hampir empat dekade.
“Pemkab Berau sampai hari ini tidak ada itikad baik untuk melakukan ganti rugi atas penggunaan tanah klien kami yang sudah puluhan tahun dibangun gedung sekolah SMPN 1 Biduk-Biduk,” bebernya.
Gugatan itu, lanjut Hamzar, dilakukan mengingat Pemkab Berau sudah berjanji kepada orang tua para penggugat untuk melakukan ganti rugi lahan. Kliennya juga sebenarnya sudah bersabar dan selalu menunggu perhatian Pemkab Berau.
“Tapi Bupati Berau hanya diam dan tutup mata atas persoalan yang dialami oleh klien kami. Ini bukan soal kepentingan tapi ini bicara soal keadilan,” keluhnya.
Atas kasus itu, kuasa kukum para penggugat menjadikan tanah tempat berdirinya Gedung SMPN 1 Biduk-Biduk sebagai obyek perkara karena telah dipakai oleh SMPN 1 Biduk-biduk.
Gugatan tersebut juga sudah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb mulai 25 Mei 2023 silam, dengan kuasa insedentil diserahkan kepada salah satu penggugat, Toni Harianto. (*/TNW/FST)