Tanjung Redeb – Pembahasan terkait aktivitas tambang PT Berau Coal (BC) selaku pemilik konsesi dalam RDP yang digelar Komisi II DPRD Berau, Senin (18/9), menimbulkan kontroversi dan adu silang pendapat. Terutama, antara anggota ASN pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan DPRD Berau.
Tak ayal ASN dinilai tidak berwenang dalam mengoreksi DPR. Pasalnya, hal itu diklaim diatur dalam undang-undang (UU). Lebih dari itu, hanya DPRD yang berhak melakukan pengawasan terhadap OPD terkait.
Persoalan ini muncul ketika anggota ASN pada DLHK yang juga Koordinator Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan pada Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DLHK) Berau, Teddy mulai mempersoalkan keterbatasan wewenang DLHK dalam mengawasi aktivitas tambang.
Terkait kewenangan, ungkap Teddy, pihaknya hanya bertugas untuk memfasilitasi dan membuat mediasi bila ada pengaduan dari masyarakat. Fasilitasi itu tentu menghadirkan perusahaan agar bisa merespon permasalahan yang terjadi.
Namun, meskipun sudah melakukan fasilitasi, kewenangan penuh masih belum dimiliki pihaknya. Hal itu menjadi kendala tersendiri untuk melakukan intervensi lebih lanjut. Sebab, di atasnya masih ada lagi kewenangan Dinas ESDM Provinsi Kaltim.
“Tahunya provinsi ada berapa kasus yang selesai, berapa yang pending. Tahunya mereka itu di akhir tahun. Mengenai masalah itu bagaimana, itu urusan kabupaten untuk selesaikan. Kita minta mereka turun juga ngga ada,” paparnya.
Karena wewenang yang terbatas, Teddy meminta DPRD Berau untuk mengadakan RDP dengan menghadirkan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim. Hal itu dimaksud agar permasalahan terkait AMDAL, RKAB, dan sejenisnya dapat diselesaikan lebih baik.
Selain itu, DPRD juga harus menghadirkan perusahaan yang terlibat dalam masalah itu. Tak ada alasan bagi DPRD untuk tidak bisa menghadirkan perusahaan bila DPRD sudah membuat surat resmi terkait RDP tersebut.
“Wajib hadir, seperti dia (DPR) meminta dokumen lingkungan wajib ada. Sesuai dengan UU yang melekat pada kewenangannya maka yang diundang pun wajib hadir. Lah, ini investasi swastanya engga ada,” celetuknya.
Tak hanya itu. Teddy juga menyayangkan sikap perusahaan yang tidak bisa menghargai undangan DPR. Jika pihak perusahaan saja tidak bisa dihadirkan DPRD, hal itu akan sukar juga jika DPRD Berau mau menghadirkan ESDM provinsi.
“Yang sedih si pihak investor (BC), memberitahukan hanya lewat kabar. Kalau didelegasikan ke kontraktornya. (DPR) manggil pihak investor pun tak kuasa, entah dengan pihak ESDM provinsi,” sangkanya.
Lebih dari itu, Teddy menyarankan agar DPR juga dapat mengikuti diklat terkait AMDAL. Hal itu bertujuan agar pemahaman yang sama terkait persoalan lingkungan dapat menjadi tugas bersama antara dewan dan OPD terkait.
“Saya juga mau saran, agar semua bapak dan ibu yang duduk di dewan, bisa ikut diklat AMDAL penilai eksekutif khusus dan masuk menjadi anggota komisi penilai AMDAL kabupaten. Jadi, tugas kami bisa berbagi,” harapnya.
Menanggapi Teddy, Wakil Ketua Komisi II DPRD Berau, Wendy Lie Jaya menerangkan bahwa sesuai UU yang berlaku, seorang ASN tidak berhak mengoreksi DPR dan harus tahu diri. Apalagi bila kerja ASN pada OPD terkait tidak beres. Untuk itu, DPR-lah yang seharusnya mengoreksi ASN.
“Kalau dia (Teddy, red) mau berdebat sama aku, rugi dia. Dia kerja aja tidak beres. Dia nggak usah ngomong tentang investasi swastanya tidak ada. Fungsi kami jelas , pengawasan terhadap OPD. Dia termasuk bagian dari OPD, nggak ada kewenangan seorang ASN mengoreksi DPRD,” bebernya.
Terkait pengawasan DPRD khususnya, ungkap Wendy, tetap bekerja sesuai amanah UU. Dengan amanah itu, kinerja DLHK juga akan dilihat kembali. Begitupula persoalan tambang Prapatan yang dibahas dalam RDP akan dievaluasi dan ditindaklanjuti ke depannya.
“Nanti secara khusus kami akan panggil lagi OPD DLHK, terkait kinerja mereka. Biar nanti hasil evaluasi kami, akan kami rekomendasikan ke Kemendagri, Kemenbirokrasi dan Reformasi, Kementerian Lingkungan Hidup. Jadi, biar tahu kalau ada ASN yang kerjanya diduga tidak benar,” tegasnya.
Terkait saran Teddy agar DPR mengikuti Diklat AMDAL, Wendy menegaskan pengetahuannya tentang hal itu sudah mencukupi. Berikutnya soal kuasa dan kewenangan dewan juga memiliki tahapan-tahapan yang perlu dilalui.
“Kalau (perusahaan, red) mangkir beberapa kali dipanggil, kita akan jalankan kewenangan panggil paksa sesuai amanah yang melekat di lembaga DPRD,” sambungnya.
Menanggapi kembali Wendy, Teddy menerangkan dirinya hanya sekadar memberi saran. Dirinya juga tidak bermaksud mengoreksi kinerja DPRD.
“Kita kan memberi saran. Ya kalau engga diterima saran kita, ya kembali ke beliaunya masing-masing. Saya juga bukan mengoreksi tapi memberikan saran,” sanggahnya.
Terkait kewenangannya sendiri, Teddy menegaskan jika dipanggil oleh Dewan untuk dimintai pertanggungjawaban, itu bukan menjadi kewenangannya, melainkan pimpinannya.
“Kalau dipanggil terkait kinerja, bukan ranah saya untuk menjawabnya. Saya kerja berdasarkan perintah pimpinan,” tutupnya. (*/TNW/FST)